Postingan

Resensi : Burung-Burung Manyar

Gambar
Sumber : gerai.kompas.id Judul                  :  Burung-Burung Manyar Penulis               :  YB. Mangunwijaya Tahun Terbit     :  Pertama kali diterbitkan 1981 oleh Penerbit Djambatan Penerbit            :  Kompas Tebal halaman :  406 Kalau saja nada tulisan dalam sebuah buku bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang saling berkebalikan, entah itu bernada membenci, bernada semangat 45, atau bernada sedih, mungkin tulisan Rama Mangun dalam buku ini mencakup semuanya. Ia bisa membawa nada bahagia, nada kebencian, atau nada kesedihan. Sebuah roman , begitu yang tertulis di kover depan buku ini, pun demikian isi keseluruhan cerita yang menggambarkan perjalanan hidup dan jatuh-bangun seorang tokoh bernama Setadewa. Bukan melulu roman yang berputar pada kisah percintaan, tapi lebih kepada roman kehidupan yang meliputi semua emosi yang pernah dirasakan manusia: bahagia, sedih, dan benci. Pada bagian awal, Rama Mangun membuka cerita dengan sebuah prolog mengenai pewayangan, leb

Sesuatu di Jogja

" Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."  - Umar bin Khattab Keberangkatanku ke Jogja selalu dibarengi dengan segembok rasa anxiety , lebih-lebih kecemasan akademik. 2 kali pula ke Jogja membawa misi belajar masih sambil membawa-bawa perasaan 'seandainya'. Kemudian membaca kalimat di paragraf pertama, aku menjadi tenang karena jika memang benar begitu, maka perjalananku ke Jogja tidaklah sia-sia. Dan aku perlu untuk lebih mampu merayakan peristiwa yang terjadi di masa sekarang. Sosmascamp dimulai ketika aku menumpang Kereta Pasundan menuju Jogja pada tanggal 7 November 2019. Bersama salah satu adik kesayangan di BPU, Dek Risma, kami berangkat bersama-sama. Berkenalan dengan beberapa teman sesama kampus Surabaya. Nida dari Unesa dan Farid dari ITS. Setelah menunggu selama hampir 2 jam, ada teman-teman panitia yang menjemput kami, Lovinda dan

Cerita Orang Biasa

Lepas pukul lima, gadis itu masuk dan memarkirkan motor matic-nya yang akhir-akhir ini susah sekali distarter. Digemboknya gerbang depan, sambil sejenak menatap langit sore kemerahan yang diramaikan oleh beberapa kumpulan burung camar. Segaris senyum muncul di bibir, yang terakhir muncul barangkali berminggu-minggu lalu. Hiruk-pikuk kota membuatnnya grusah-grusuh, dan apa yang dilihat orang sebagai senyum dan tawa pada dirinya hanya sebatas bentuk keantusiasan yang palsu. Untuk pertama kali sejak berminggu-minggu itu, di balik pagar pukul lima sore, seorang diri, ia tersenyum. Diistirahatkannya punggung yang terasa lelah dan jenuh. Sore tadi, ia habis jumpa dengan dosen wali. Secara hati-hati mendapat teguran mengenai IPK yang bak orang main luncur salju--turun pada level yang lebih rendah secara hati-hati. Menghembuskan napas, pikirannya sungguh lelah. Hati nuraninya bersuara, "Apa yang sebetulnya kucari?" Genap usianya 20 tahun tiga hari yang lalu. Tumbuh di kota keci

Pulang

Jalanan Surabaya memadat sore itu. Pada jalan besar kembar bermedian, kudapati motor-motor berderet-deret dengan jok penuh saling bonceng-membonceng. Suami-istri yang saling berboncengan di atas Honda Astrea keluaran 90-an, dengan kecepatan paling cepat 30 km/jam. Seorang Ayah yang menjemput gadis kecilnya di depan sebuah gerbang SMA. Babang Gojek yang menimang-nimang HP-nya menanti pesanan. Bapak-bapak sopir angkot yang sesekali mengusap peluh di dahi dengan handuk di lehernya. Segala yang dapat ditangkap mataku menjadi sebuah melankoli yang tidak berhenti-berhenti. Katamu, kebahagiaan bisa ditemukan dalam sebungkus mi instan, atau potongan rambut gaya baru, dan baliho-baliho serta poster diskon pakaian di toko-toko. Kerap kamu mencoba banyak hal--sepatu, kemeja, jaket--tanpa membelinya. Seperti kamu bilang bahwa sesederhana itu kebahagiaan bisa didapatkan, yaitu bereksperimen di kamar pas. Tidak kutemukan orang-orang sesederhana kamu. Ujarmu, melihat wajah teman-teman adalah k

Uluran Tangan

Assalamualaikum. Di dalam kamar kos minimalis pagi ini, ditemani cahaya matahari di timur cakrawala yang masuk menembus kaca jendela, pikiranku menerawang. Teringat sesuatu, yang indah. Yang sempat kulupakan, tetapi aku bersyukur mengalaminya. Allah seperti sedang menyentil keningku, seperti orangtua yang menyentil kening anak-anak mereka ketika berbuat kesalahan. Berminggu-minggu, berbulan-bulan, perasaan yang tersesat dan tidak menggenggam satu buah pun peta atau kompas, Ia mengulurkan tangannya sekali lagi untuk menunjukkan arah. Tidak. Ia selalu mengulurkan tangan, tetapi aku yang jarang sekali menyambut. Sungguh dangkal bongkahan hati seorang mahkluk bernama manusia ini. Begitu melimpah nikmat yang Ia berikan, tetapi tak pernah ada cukup ruang untuk menyadari semuanya karena hati ini begitu sempit. Begitu dangkal. Ada banyak sekali kasih sayang Tuhan, tapi seringnya lebih meminta kasih sayang kepada yang bukan Mahakasih. Betapa kedua mata ini kembali menjadi jernih dan bis

Ayo Kita Sambat Malam Ini

Di penghujung hari kamu tengok isi dompet Pangeran Antasari menatapmu datar Thomas Matulessy mengancammu pakai samurai Yang paling membahagiakanmu hanya foto Pak Otto warna hijau Paru-parumu seperti terisi  karbon monoksida Dan rongga dadamu seperti penuh wedhus gembel yang keluar  dari mulut Merapi Ah, hujan! Basah! Gak bawa jas hujan! Nggak reda-reda! Lama! Gak ada duit pula! Capek aku! Tak selesai-selesai kamu sambat seperti kereta Penataran yang kutumpangi tempo hari Hari ini, banyak hal yang kamu alami Atau sedikit? Yang jelas bikin kamu stres dan lelah dan pingin sambat Iya, sambat adalah jalan tol bagi truk-truk bermuatan stres lelah capek Maka, sambatlah Ayo kita sambat sama-sama Meski pahit di telinga tapi, pasti ada yang mau dengar kok "Ya Allah, aku mau sambat..." (sudahkah kamu sambat?) -a snoob snoob-

Surabaya Senja yang Muram

Senjaku, petang ini Kulihat wajah-wajah sibuk serius lelah Dalam kursi-kursi penumpang bus jok-jok sepeda matic dan kopling kursi-kursi depan pengemudi truk gandeng yang berderet-deret di Bunderan Waru berebut jalan, berburu waktu Surabaya yang panas dan keras sekarang muram, terlihat lesu seperti habis dibabat kesedihan Surabaya petang ini begitu melankoli Seperti anak gadis yang lagi jatuh cinta Sebuah melankoli yang sama ketika wajahmu muncul di bayang-bayang Apa kabar? Tuhan sepertinya sedang menyuruhku untuk rindu denganmu Tuhan seperti sedang membuka botol minyak telon yang membuatku ingat pada masa-masa lama Ingin aku berkata "halo" dan merajut perbincangan dengan motif batik lama yang dulu kerap kita rajut bersama Ingin aku berkata "halo" sekalipun lidahku kelu bibirku beku dan waktu telah lama berlalu Sedang apa kau pada petang yang muram ini? Pulang kuliah? Pulang kerja? Atau menikmati makan siang yang terlamb

Belajar Memaknai

Manusia dibekali oleh Tuhannya banyak hal. Energi, tenaga, daya, pikiran, serta perasaan. Satu hal yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya adalah memilikipikiran dan perasaan. Manusia adalah makhluk paling sempurna. Bagaimana tidak sempurna? Telah Allah ciptakan manusia sebagai makhluk dengan daya pikir yang luar biasa, memiliki hati dan perasaan untuk saling mengasihi. Yang paling penting:manusia punya sisi abu-abu. Pada sisi abu-abu inilah terletak kehebatan manusia. Memiliki hati dan perasaan,manusia pun dibekali hawa nafsu, hasrat, serta keabu-abuan lainnya. Manusia mampu menjadi khalifah terbaik di muka bumi, namun juga mampu menjadi makhluk yang paling dikutuk. Bagaimana mengolah hatinya inilah,letak di mana hebatnya manusia sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna. Sekarang, dalam usia yang kesekian tahun menempati Bumi Allah, sudah seberapa hebatkah kamu dalam mengelola hati? Telah pandaikah dirimu dalam memaknai segala hal yang terjadi dalam hidup? Telah