Resensi: Dilan Bagian Kedua (Dia Adalah Dilanku Tahun 1991)
![25857857](https://images.gr-assets.com/books/1436161520l/25857857.jpg)
(Sumber gambar: goodreads.com)
Judul : Dilan Bagian Kedua (Dia Adalah Dilanku Tahun 1991)
Penulis : Pidi Baiq
Cetakan : VIII
Tahun Terbit : 2015
Penerbit : Pastel Books
Tebal Halaman : 344 halaman
Ini adalah resensi terbaruku, setelah sekian lama menunda-nunda diri membaca novel. Alhamdulillah. Pada akhirnya, aku berhasil mendorong diri pada detik-detik terakhir kisah Milea-Dilan ini.
Buku ini adalah sekuel kedua, dari buku pertama yang bisa kalian lihat resensinya di sini.
Dengan gaya bahasa yang sama dengan novel pertama, Pidi Baiq berkisah tentang masa lalu, yaitu masa-masa SMA yang tak bisa dilupakan Milea, terutama tentang Dilan. Benar. Jika kalian pernah mendengar sekelumit tentang Dilan, maka itu benar bahwa Dilan memang seseorang yang memperlakukan perempuan secara istimewa, melalui caranya yang berbeda.
"Terus, soal kamu bohong, kata Dilan apa?" tanya Wati.
"Katanya: Kalau kamu bohong, itu hak kamu, asal jangan aku yang bohong ke kamu."
"Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia," kataku.
"Kan hubungan saudara."
"Iya. Setelah pulang dari Trina itu, aku langsung takut kamu cemburu."
"Aku gak pandai cemburu."
"Aku takut kamu cemburu. Aku takut kamu marah."
"Penakut."
"Penakut."
"Beneran kamu gak cemburu."
"Aku gak pandai cemburu."
Aku diam.
"Malahan, kalau kamu ninggalin aku, aku gak bisa apa-apa," kata Dilan.
Aku diam.
"Bisaku cuma mencintaimu."
"Aku mau menghipnotis kamu," kata Dilan. "Boleh?"
Aku diam. Dilan mengangkat tangan kanannya di depan wajahku, bagai orang sedang menghipnotis:
"Senyum!" katanya.
Dilan menunggu hasilnya, tapi nyatanya aku hanya diam menunduk.
"Aku ulang deh," kata Dilan. "Kalau aku berhasil, berarti aku pacar kamu," katanya. Dia lambaikan lagi tangannya: "Senyum."
Bisakah kau dapatkan sedikit 'getaran'-nya? Getaran yang dirasakan seorang Milea dalam dialog-dialog itu? Sama seperti resensi buku sebelumnya, aku kagum pada Surayah Pidi Baiq yang berhasil menciptakan karakter Dilan yang memikat dengan begitu sederhananya.
Buku ini menceritakan tentang akhir hubungan Milea dan Dilan. Harus kusebutkan bahwa cerita ini memiliki ending sedih. Milea tak pernah berharap agar ia bisa putus dengan Dilan. Di awal cerita, bahkan Milea menyebutkan dirinya telah memiliki keluarga, meskipun pikirannya melayang pada tahun 1991 ketika ia masih bersama Dilan.
Pidi Baiq merangkai ending yang sangat pilu. Harus kuakui, aku terbawa pada perasaan kehilangan yang dirasakan Milea. Meski demikian, aku mencintai ending ini. Untuk beberapa alasan, aku memang benar-benar menyukai sad ending.
Kalian harus ikut membaca, juga merasakan Milea yang kehilangan Dilan bahkan setelah ia berkeluarga. Satu pernyataan terakhirku untuk novel Pidi Baiq ini: aku jatuh cinta.
Bagiku, ketika aku kehilangan seseorang yang sudah begitu dekat denganku, aku harus menghormati memori itu. Menjadi hal penting bagi menciptakan warisan untuk meraih kebaikan hidup di masa depan sehingga kita bisa menerima kenangan dengan baik dan bukan malah dianggap sebagai pengganggu.
Hidup begitu misterius, kita tidak akan pernah benar-benar mengerti mengapa kenyataannya harus berakhir seperti itu. Aku harus bisa menerimanya sebagai sebuah kenyataan dan yang kemudian bisa kulakukan adalah mengambil pelajaran dari banyak hal yang sudah aku alami itu, untuk mulai melanjutkan kehidupan menuju yang lebih baik, bahkan meskipun tidak harus saling memiliki, tetapi masih bisa saling mendukung.
Dilan,
Kalau dulu aku pernah berkata bahwa aku mencintai dirimu, maka kukira itu adalah sebuah pernyataan yang sudah cukup lengkap dan berlaku tidak hanya sampai di hari itu, melainkan juga di hari ini dan untuk selamanya.
Karena, sekarang aku mungkin bukan aku yang dulu, waktu membaw aku pergi, tetapi perasaan tetap sama, bersifat menjalar, hingga ke depan!
Aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!
Aku rindu kamu! Itu, akan selalu.
Komentar
Posting Komentar