Belajar Memaknai
Manusia dibekali oleh Tuhannya
banyak hal. Energi, tenaga, daya, pikiran, serta perasaan. Satu hal yang
membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya adalah memilikipikiran dan
perasaan.
Manusia adalah makhluk paling
sempurna. Bagaimana tidak sempurna? Telah Allah ciptakan manusia sebagai makhluk
dengan daya pikir yang luar biasa, memiliki hati dan perasaan untuk saling
mengasihi. Yang paling penting:manusia punya sisi abu-abu.
Pada sisi abu-abu inilah terletak
kehebatan manusia. Memiliki hati dan perasaan,manusia pun dibekali hawa nafsu,
hasrat, serta keabu-abuan lainnya. Manusia mampu menjadi khalifah terbaik di
muka bumi, namun juga mampu menjadi makhluk yang paling dikutuk. Bagaimana mengolah
hatinya inilah,letak di mana hebatnya manusia sebagai ciptaan Allah yang paling
sempurna.
Sekarang, dalam usia yang
kesekian tahun menempati Bumi Allah, sudah seberapa hebatkah kamu dalam
mengelola hati? Telah pandaikah dirimu dalam memaknai segala hal yang terjadi
dalam hidup? Telah benarkah caramu memberi arti dalam setiap kejadian yang kamu
alami?
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Imran: 6)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".
(QS.Al-Baqarah: 30)
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui".
Telah termaktub dengan begitu jelas mengenai keluasan
pengetahuan Allah, menembus hati dan pikiran manusia. Dia yang Maha Pemaaf
mengetahui semua dusta yang kita lakukan, memahami segala jenis isi hati dan
pikiran, dan tak ada yang mampu membohongi-Nya.
Maka, sudah sejauh mana isi hati dan pikiranmu hanya
ditujukan untuk Allah?
Seberapa banyak porsi hati telah kita sisihkan buat-Nya,
sementara ia mengetahui isi hati kita sering buta oleh bayak hal.
Dalam belajar, berkuliah, berlelah-lelah dalam segala upaya,
apa yang kamu maknai dalam usahamu itu? Aku pun masih sering salah. Menganggap belajar
dalam sebuah institut negeri ini akan
memudahkan masa depanku kelak. Aku akan mendapat pekerjaan yang layak dengan
penghasilan yang layak, yang akan memberikan aku status sosial dan kedudukan yang
baik.
Hijrahku sering kusalah artikan. Hanya sebagai zona nyaman
tempatku menemukan orang-orang yang menghargaiku. Di tengah jalanpun, seringpula
fokusku teralihkan dengan rekan-rekan yang mengagumkan.
Tidak ada nama Allah lagi di dalamnya. Maka, sepanjang
perjalanan itu, Allah mengetahui isi hatiku yang tak lagi memprioritaskan
segala hal atas nama-Nya.
Memalukan, ya ternyata?
Semudah itu hati manusia buta oleh hal-hal duniawi. Ia yang mejamin
hidup kita di masa lalu, maka Ia pula yang menjamin hidup kita di masa depan.
Ia yang menetapkan takdir kita, jodoh dan rezeki di atas lauhul mahfudz, maka tak
ada alasan bagi kita mengkhawatirkan hal yang telah dijamin Allah.
Memalukan, ternyata. Kita berusaha mengatur hal yang ada di luar
jangkauan kita. Kita sering lalai dalam mengingat-Nya, sementara Ia telah
tetapkan suatu hal dan memberikan kita banyak hal atas rasa sayang-Nya pada kita.
Bukankah bodoh sekali sosok manusia seperti kita, yang kerap keliru
dalam memaknai segala hal dengan cara yang sangat dangkal. Hanya sebatas hal-hal
duniawi yang sangat fana. Hanya sebatas harapan-harapan jangka pendek yang
terkadang kita letakkan harapan itu pada sesama manusia, membuat-Nya cemburu
karena Ia yang jauh lebih menyayangi kita.
Sudah seberapa sering kita lupa dengan-Nya?
Kapan terakhir kali kita meniatkan sesuatu hal untuk-Nya?
Memaknai adalah sebuah pembelajaran seumur hidup kita sebagai
khalifah Allah. Mari, jangan lagi membuat-Nya cemburu. Jangan lagi mengingat
hal selain Ia, sementara kasih sayang-Nya pada kita adalah tak terbatas.
Lillah. Lillah.
Jangan pernah mengkhianati kalimat itu.
Komentar
Posting Komentar