Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Bintang-Bintang Kecil pada Senin Pagiku

Gambar
Senin, 23 Juli 2018 Pagi itu, merupakan satu rekor pertama bangun dan berangkat pagi sebagai anak kos. Aku berangkat sambil membawa dua kresek, sebuah ransel, dan segenggam semangat. Rasanya masih sangat pagi sekali waktu itu, pukul 6 sudah berangkat. Padahal dulu pun sering melakukannya ketika berada di bangku sekolah. Ada banyak sekali anak-anak berseragam berangkat sekolah diantarkan orangtuanya. Pemandangan di jalan itu seperti mengembalikan ingatan ketika masih SD dan SMP. Masih berangkat diantar dan pulang dijemput, menunggu dulu paling tidak seperempat jam di depan gerbang sekolah. Pagi itu, aku jumpa dengan orang-orang baru, dengan latar belakang berbeda, dan usia berbeda. Melaksanakan kewajiban sebagai seorang fasilitator pada kesempatan pertama mengikuti Kelas Inspirasi merupakan sesuatu yang agak sulit, setidaknya bagi diri sendiri. Dengan usia paling bungsu, rasanya kudu mampu memenuhi dan memberikan segala bantuan yang diperlukan para Mas Mbak relawan. Untung...

Kesan Kota (Sebuah Memo)

Gambar
Sabtu, 14 Juli 2018 - Monas yang Menjulang Pagi itu aku, ibu, dan ayah berlari tergesa-gesa. Dengan gusi dan pipi ibu yang membengkak, kakiku yang keseleo, serta jari ayah yang cantengen , kami terburu-buru menuju Terminal 2 Bandara Juanda. Pesawat terbang pukul 5, dan pukul setengah 5 kami baru memarkirkan mobil. Terburu-buru masuk, meletakkan barang-barang di atas rol berjalan sinar x-ray, dan mengulurkan boarding pass , kami akhirnya duduk di pesawat dengan nafas terengah-engah. Pagi itu, utuk kali pertama menginjakkan kaki di Jakarta pagi yang berkabut. Menumpang Bus Damri, kami bertiga menuju Stasiun Gambir--stasiun pertama yang kuketahui kalau rel kereta apinya berupa jalan layang seperti tol. Iyah ya, ndeso banget, maafkan. Kami baru bisa check in  di guesthouse  tempat kami menginap pukul 12 siang. Jadi, pagi itu kami menikmati weekend  pagi di Monas--tepat di sebelah Gambir. Karena kaki yang masih terasa sakit, aku belum bisa menemukan keceriaan di sana, di...

Naik Mobil Menghadap Belakang

Kalau kata Mas Hasan ketika awal masuk perkuliahan dulu, "Cobalah cari sudut pandang unik. Lakukan hal-hal yang tidak dilakukan orang lain." Kemudian, dalam perjalana pulang dari Malang sehabis mengunjungi saudara kecil, aku merasa bosan, dan kemudian duduk bersila menghadap belakang. Aku melihat mobil-mobil dibelakang kami yang melaju searah dengan kami. Jaraknya konstan, lampu depannya seperti mata kucing yang menembus gelap. Kuperhatikan, mobil-mobil berbaris seperti prajurit. Kecuali ada beberapa yang menyalip seperti orang kebelet pipis. Kalau yang biasanya kulihat adalah jendela belakang mobil dan ban cadangan, maka sekarang aku melihat jendela bagian depan. Kursi sopir dan penumpang tidak terlihat karena hari itu memang sudah malam. Kalau yang biasanya kulihat adalah punggung, maka sekarang aku melihat muka. Rasanya seperti melihat para manusia yang berlomba-lomba mencapai sesuatu--posisi, jabatan, dan berbagai ambisi lainnya. Mereka melaju ke depan, sedetik ke...