Naik Mobil Menghadap Belakang
Kalau kata Mas Hasan ketika awal masuk perkuliahan dulu, "Cobalah cari sudut pandang unik. Lakukan hal-hal yang tidak dilakukan orang lain."
Kemudian, dalam perjalana pulang dari Malang sehabis mengunjungi saudara kecil, aku merasa bosan, dan kemudian duduk bersila menghadap belakang.
Aku melihat mobil-mobil dibelakang kami yang melaju searah dengan kami. Jaraknya konstan, lampu depannya seperti mata kucing yang menembus gelap. Kuperhatikan, mobil-mobil berbaris seperti prajurit. Kecuali ada beberapa yang menyalip seperti orang kebelet pipis.
Kalau yang biasanya kulihat adalah jendela belakang mobil dan ban cadangan, maka sekarang aku melihat jendela bagian depan. Kursi sopir dan penumpang tidak terlihat karena hari itu memang sudah malam. Kalau yang biasanya kulihat adalah punggung, maka sekarang aku melihat muka.
Rasanya seperti melihat para manusia yang berlomba-lomba mencapai sesuatu--posisi, jabatan, dan berbagai ambisi lainnya. Mereka melaju ke depan, sedetik kemudian telah berada di posisi yang pernah kujamah. Mobilku selangkah lebih maju, lebih di depan. Daripada ketika menghadap ke depan, rasanya duduk menghadap belakang lebih menenangkan. Rasanya seperti melihat ke bawah, setelah terlalu lama melihat ke atas.
Rasanya seperti bisa menemukan rasa syukur kembali.
Kemudian, dalam perjalana pulang dari Malang sehabis mengunjungi saudara kecil, aku merasa bosan, dan kemudian duduk bersila menghadap belakang.
Aku melihat mobil-mobil dibelakang kami yang melaju searah dengan kami. Jaraknya konstan, lampu depannya seperti mata kucing yang menembus gelap. Kuperhatikan, mobil-mobil berbaris seperti prajurit. Kecuali ada beberapa yang menyalip seperti orang kebelet pipis.
Kalau yang biasanya kulihat adalah jendela belakang mobil dan ban cadangan, maka sekarang aku melihat jendela bagian depan. Kursi sopir dan penumpang tidak terlihat karena hari itu memang sudah malam. Kalau yang biasanya kulihat adalah punggung, maka sekarang aku melihat muka.
Rasanya seperti melihat para manusia yang berlomba-lomba mencapai sesuatu--posisi, jabatan, dan berbagai ambisi lainnya. Mereka melaju ke depan, sedetik kemudian telah berada di posisi yang pernah kujamah. Mobilku selangkah lebih maju, lebih di depan. Daripada ketika menghadap ke depan, rasanya duduk menghadap belakang lebih menenangkan. Rasanya seperti melihat ke bawah, setelah terlalu lama melihat ke atas.
Rasanya seperti bisa menemukan rasa syukur kembali.
Komentar
Posting Komentar