Cerita Orang Biasa
Lepas pukul lima, gadis itu masuk dan memarkirkan motor matic-nya yang akhir-akhir ini susah sekali distarter. Digemboknya gerbang depan, sambil sejenak menatap langit sore kemerahan yang diramaikan oleh beberapa kumpulan burung camar. Segaris senyum muncul di bibir, yang terakhir muncul barangkali berminggu-minggu lalu. Hiruk-pikuk kota membuatnnya grusah-grusuh, dan apa yang dilihat orang sebagai senyum dan tawa pada dirinya hanya sebatas bentuk keantusiasan yang palsu. Untuk pertama kali sejak berminggu-minggu itu, di balik pagar pukul lima sore, seorang diri, ia tersenyum.
Diistirahatkannya punggung yang terasa lelah dan jenuh. Sore tadi, ia habis jumpa dengan dosen wali. Secara hati-hati mendapat teguran mengenai IPK yang bak orang main luncur salju--turun pada level yang lebih rendah secara hati-hati.
Menghembuskan napas, pikirannya sungguh lelah. Hati nuraninya bersuara, "Apa yang sebetulnya kucari?"
Genap usianya 20 tahun tiga hari yang lalu. Tumbuh di kota kecil tanpa mall, dengan fasilitas bioskop yang tiap pemutaran film tidak pernah sampai setengah studio terisi. Kota kecil yang sederhana dan akan tertidur menjelang pukul 10 malam. Dua tahun yang lalu berpindah ke ibukota propinsi karena diterima di Universitas bergengsi yang diinginkan banyak orang. Di kota lama, ia juara. Di ibukota, ia orang biasa.
Sedikit demi sedikit kenyataan itu menghantamnya. Kenyataan ia masih menjadi orang biasa, dengan cita-cita menjadi orang luar biasa. Disadari sepenuhnya bahwa ia tengah berproses dan sedang dalam perjalanan menuju cita-cita itu. Tetapi, lagi-lagi, ia menangkal diri sendiri, "Apa saja yang sudah kuraih selama ini?"
Apakah definisi luar biasa itu? Ketika aku sedang dalam perjalanan menuju 'keluarbiasaan', mengapa tidak ada serpihan-serpihan 'keluarbiasaan' yang kurasakan? Apakah jalan ini adalah jalan yang tepat?
Seperti itulah kira-kira, selayur perasaan yang kerap kali mengganggu pikirannya.
Gadis itu membuka bungkus plastik dari tas kresek yang ia bawa, mengeluarkan sebungkus es degan dan meneguknya. Senyumnya merekah tipis. Ternyata kebahagiaan adalah sesederhana ini. Minum es degan di penghujung hari yang melelahkan.
Ia belum mengerti saja. Definisi keluarbiasaan dalam cita-citanya sebenarnya bukan menjadi orang luar biasa dengan perasaan luar biasa, tetapi menjadi orang-orang biasa dengan usaha terbaiknya.
Ia hanya belum menyadari. Semua hal adalah fana. Yang sejati hanyalah kerja keras, rasa cinta, dan kasih sayang.
Pasuruan, 29 Oktober 2019.
Diistirahatkannya punggung yang terasa lelah dan jenuh. Sore tadi, ia habis jumpa dengan dosen wali. Secara hati-hati mendapat teguran mengenai IPK yang bak orang main luncur salju--turun pada level yang lebih rendah secara hati-hati.
Menghembuskan napas, pikirannya sungguh lelah. Hati nuraninya bersuara, "Apa yang sebetulnya kucari?"
Genap usianya 20 tahun tiga hari yang lalu. Tumbuh di kota kecil tanpa mall, dengan fasilitas bioskop yang tiap pemutaran film tidak pernah sampai setengah studio terisi. Kota kecil yang sederhana dan akan tertidur menjelang pukul 10 malam. Dua tahun yang lalu berpindah ke ibukota propinsi karena diterima di Universitas bergengsi yang diinginkan banyak orang. Di kota lama, ia juara. Di ibukota, ia orang biasa.
Sedikit demi sedikit kenyataan itu menghantamnya. Kenyataan ia masih menjadi orang biasa, dengan cita-cita menjadi orang luar biasa. Disadari sepenuhnya bahwa ia tengah berproses dan sedang dalam perjalanan menuju cita-cita itu. Tetapi, lagi-lagi, ia menangkal diri sendiri, "Apa saja yang sudah kuraih selama ini?"
Apakah definisi luar biasa itu? Ketika aku sedang dalam perjalanan menuju 'keluarbiasaan', mengapa tidak ada serpihan-serpihan 'keluarbiasaan' yang kurasakan? Apakah jalan ini adalah jalan yang tepat?
Seperti itulah kira-kira, selayur perasaan yang kerap kali mengganggu pikirannya.
Gadis itu membuka bungkus plastik dari tas kresek yang ia bawa, mengeluarkan sebungkus es degan dan meneguknya. Senyumnya merekah tipis. Ternyata kebahagiaan adalah sesederhana ini. Minum es degan di penghujung hari yang melelahkan.
Ia belum mengerti saja. Definisi keluarbiasaan dalam cita-citanya sebenarnya bukan menjadi orang luar biasa dengan perasaan luar biasa, tetapi menjadi orang-orang biasa dengan usaha terbaiknya.
Ia hanya belum menyadari. Semua hal adalah fana. Yang sejati hanyalah kerja keras, rasa cinta, dan kasih sayang.
Pasuruan, 29 Oktober 2019.
Komentar
Posting Komentar