Resensi : Max Havelaar
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguhnsnymHm3IIPEqhCjYYFYw0Wbggoqr0_HbDD2A64aCz61oK3NP31B_6JWTKt7dJtre1ik7oxAYrUkApEv5jSVYANPyrhxjv-aPbhZvqnZnbk64Icx36ytLB-cnPj9qBqAU9cmLGaYegc/s1600/maxhavelaar-53ed6b1c40fbf.jpg)
(Sumber gambar : 3.bp.blogspot.com)
Judul : Max Havelaar
Penulis : Multatuli
Cetakan : VI
Tahun Terbit : 2015
Penerbit : Qanita, Bandung
Tebal halaman : 477
"Ya, aku akan dibaca! Seandainya tujuan ini tercapai, aku akan merasa puas. Karena aku tidak bermaksud untuk menulis dengan baik... Aku ingin menulis agar didengar." --hal. 462
Seperti yang pernah aku janjikan, bahwa aku akan menulis resensi mengenai buku klasik Max Havelaar ini, tetapi tetap dari kacamata seorang siswa awam ya...
Setelah waktu-waktu sulit dan penundaan berkali-kali yang tak terhitung, aku akhirnya bisa menyelesaikan 20 Bab dalam buku ini. Sebenarnya, aku sudah kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan padamu apa bagusnya buku ini--tepat ketika aku menulis kalimat ini. Buku ini berbohong, tegas, lembut, dan berani pada saat bersamaan. Bila selama ini kalian yang mengenali judul buku Max Havelaar dari buku-buku pelajaran sekolah mengira bahwa buku ini tipe buku non-fiksi yang membosankan, maka kusarankan cepatlah mengubah pikiranmu. Ini adalah novel, atau setidaknya aku menyebutnya novel. Max Havelaar tidak mencantumkan data-data akurat mengenai penyiksaan rakyat pribumi, memuat angka-angka yang berbeda dalam dua laporan yang sama, atau fakta-fakta lainnya. Max Havelaar memuat penggambaran, kritikan, dan kecaman yang akan menyentuh, menggugah, dan menamparmu keras-keras. Betapa tersiksanya rakyat Kerajaan Insulinde!
Dalam bab-bab awal buku ini, kamu akan disajikan seorang makelar kopi bernama Droogstoppel yang menyukai kebenaran, yang oleh karenanya membenci segala bentuk novel dan puisi. Namun kemudian kehidupannya terusik ketika bertemu dengan Sjaalman, yang melalui paket-paketnya, mampu memengaruhi Tuan Muda Stern untuk menulis apa yang disebut 'Max Havelaar' itu.
Pembukaannya memang sedikit menyimpang, sama sekali tidak menggambarkan adanya hubungan antara makelar kopi Belanda dengan penyiksaan rakyat pribumi. Droogstoppel dan Tuan Stern hanyalah 'pengantar' untuk masuk ke dalam kisah sesungguhnya mengenai sejarah negara kita. Max Havelaar memuat begitu banyak kebohongan para pejabat, nurani yang tuli, dan sikap amoral yang menindas rakyat-rakyat miskin. Max Havelaar dalam buku ini adalah Asisten Residen Lebak yang tak lain adalah Multatuli sendiri, yang menjadi tokoh utama dalam buku ini, yang menyuarakan penderitaan rakyat miskin yang tertindas.
Meski ini adalah novel, namun isinya memuat kebenaran yang tidak bisa dibantah. Buku ini akan menambah pengetahuan, serta menyentuh nuranimu. Aku menyetujui beberapa paragraf pada halaman 462, yang menyatakan bahwa, meskipun--menurutku--gaya berceritanya sedikit tidak teratur, namun gagasan utama dalam buku ini mutlak tidak bisa dibantah. Terpampang jelas di depan mata.
Seperti yang tertulis dalam buku-buku pelajaran sekolah, Max Havelaar mengecam habis-habisan kesewenang-wenangan pemerintah Belanda dan pejabat pribumi yang berkuasa--di sini adalah Bupati. Max Havelaar memaparkan kebobrokan pemerintahan di daerah Lebak, yang juga sebenarnya masih terus berlangsung hingga kini.
Aku tidak bisa bercerita lebih banyak. Resensi ini mungkin tidak terdengar menarik bagimu, tapi kusarankan kamu membaca bukunya, maka kamu akan terseret dalam semangat dan amarah Max, kepada para 'kaisar' di Kerajaan Insulinde yang menakjubkan, yang melingkari khatulistiwa bak untaian zamrud!
"Kisah yang 'membunuh' kolonialisme."
--Pramoedya Ananta Toer
Komentar
Posting Komentar