I Found Simplicity In Him
As time goes by, sepertinya aku semakin mencintai Hidayatullah, murid pertamaku. Latar belakang arsitektur sama sekali bukan menjadi penghalang untuk belajar menjadi guru, untuk belajar memahami psikologi dan apa yang terjadi di dalam kepala kecil itu.
Kudapat kesempatan dua hari untuk mengantar-jemput Dayat. Aku juga dapat laporan kalau Dayat sering terpengaruh temannya buat bolos, tidak sholat, & berbohong. Ah, aku akhirnya tahu kalau aku kurang tegas menghadapi Dayat.
Becermin dari Bu Sita, seorang pengajar rakyat di Kejawan, aku tahu aku tak perlu begitu keras kepada Dayat. Aku perlu belajar tegas tanpa menjadi keras. Karena bagaimanapun, anak-anak marginal seperti Dayat telah mengalami serangkaian hal yang keras yang tidak dialami oleh orang-orang beruntung seperti kita.
Di hari kedua, aku terlambat menjemput Dayat di sekolah. Satu jam lebih. Tetapi, terlihat di kejauhan, ia tetap senyum cengengesan sampai motorku berhenti tepat di dekatnya. Ia senyum dan mengangguk-angguk ketika aku tanya 'sudah lama, ya?' dan mengucapkan sebaris 'maaf'' yang rasanya tak cukup kuucapkan hanya sebaris.
Maaf, Dayat. Maafkan Kakak. Maafkan Kakak. Maaf. Maaf.
Dan aku tahu kalau Dayat perlu diajarkan tidak hanya untuk meminta maaf, tetapi juga memperbaiki kesalahan berikutnya.
Setiap pekan, selalu aku tak sabar menunggu hari Rabu. Jalan-jalan kecil di perkampungan belakang Taman Bambu sekarang mengambil porsi perhatian yang lebih. Perkampungan di balik tempat pembuangan sampah itu menjadi tempat menemukan kesederhanaan. Anak-anak Keputih dengan sikap yang keras, ucapan yang kasar, tapi selalu punya sopan santun kepada kakak-kakaknya.
Dan Hidayatullah adalah salah satu yang menjadi favoritku. I found simplicity in him. Dayat pernah berjalan kaki pulang dari sekolah, atau naik sepeda hingga rantainya putus. Dan membuatnya menunggu satu jam lebih semakin membuatku merasa bersalah. Yet he still smiles at me like nothing happened.
Masihkah kita bisa tersenyum ketika sedang dihajar tugas kuliah dan pekerjaan lain?
I found simplicity in them. Anak-Anak Keputih. Yang menginginkan sekolah dan ditekan ekonomi. Tetapi mereka tidak kehilangan masa kecilnya dan tetap menjadi manusia yang 'waras'.
Dan Hidayatullah adalah salah satu favoritku. Sedikit bengal, yet he's such a sweet person.
Kudapat kesempatan dua hari untuk mengantar-jemput Dayat. Aku juga dapat laporan kalau Dayat sering terpengaruh temannya buat bolos, tidak sholat, & berbohong. Ah, aku akhirnya tahu kalau aku kurang tegas menghadapi Dayat.
Becermin dari Bu Sita, seorang pengajar rakyat di Kejawan, aku tahu aku tak perlu begitu keras kepada Dayat. Aku perlu belajar tegas tanpa menjadi keras. Karena bagaimanapun, anak-anak marginal seperti Dayat telah mengalami serangkaian hal yang keras yang tidak dialami oleh orang-orang beruntung seperti kita.
Di hari kedua, aku terlambat menjemput Dayat di sekolah. Satu jam lebih. Tetapi, terlihat di kejauhan, ia tetap senyum cengengesan sampai motorku berhenti tepat di dekatnya. Ia senyum dan mengangguk-angguk ketika aku tanya 'sudah lama, ya?' dan mengucapkan sebaris 'maaf'' yang rasanya tak cukup kuucapkan hanya sebaris.
Maaf, Dayat. Maafkan Kakak. Maafkan Kakak. Maaf. Maaf.
Dan aku tahu kalau Dayat perlu diajarkan tidak hanya untuk meminta maaf, tetapi juga memperbaiki kesalahan berikutnya.
Setiap pekan, selalu aku tak sabar menunggu hari Rabu. Jalan-jalan kecil di perkampungan belakang Taman Bambu sekarang mengambil porsi perhatian yang lebih. Perkampungan di balik tempat pembuangan sampah itu menjadi tempat menemukan kesederhanaan. Anak-anak Keputih dengan sikap yang keras, ucapan yang kasar, tapi selalu punya sopan santun kepada kakak-kakaknya.
Dan Hidayatullah adalah salah satu yang menjadi favoritku. I found simplicity in him. Dayat pernah berjalan kaki pulang dari sekolah, atau naik sepeda hingga rantainya putus. Dan membuatnya menunggu satu jam lebih semakin membuatku merasa bersalah. Yet he still smiles at me like nothing happened.
Masihkah kita bisa tersenyum ketika sedang dihajar tugas kuliah dan pekerjaan lain?
I found simplicity in them. Anak-Anak Keputih. Yang menginginkan sekolah dan ditekan ekonomi. Tetapi mereka tidak kehilangan masa kecilnya dan tetap menjadi manusia yang 'waras'.
Dan Hidayatullah adalah salah satu favoritku. Sedikit bengal, yet he's such a sweet person.
Setiap kata di kalimatmu skrg semakin berbobot. Simple tapi make a proof that you are more mature rn. Keep on writing, buddy💖
BalasHapus❤
BalasHapus