Di Tepi Jalan


Mendung. Surabaya yang angkuh akhirnya merendah.

Apakah yang kamu sebut dengan rindu? Aku cemas ingin pergi menumpang kereta. Lancar keluar jawaban ‘ya’ ketika tawaran itu datang. Sejenak lupa dengan kepentingan di kota perantauan. Bisakah kusebut itu rindu?

Apakah yang kamu sebut dengan rindu? Perasaan tertahan-tahan. Ekspresi-ekspresi melankolis. Hujan yang membikinmu melamun dan tidak produktif. Beribu kilometer jauhnya, pikiranmu merantau. Apakah itu rindu?

Dahulu, kita membeli es bersama seharga lima ratus. Kamu sakit batuk suatu hari, dan bilang padaku bahwa es itu mengandung cacing. Aku muntah-muntah. Kamu iri, & kamu sukses menipuku. Di sini tak kutemukan es yang serupa. Tak kutemukan pula penipu sehandal dirimu. Mengapa aku jadi rindu?

Mendung. Surabaya yang berapi-api, sejenak ingin berteduh.

Di seberangku stasiun kereta. Tanpa tiket. Orang-orang berjubel. Apa yang membuatku betah di sini? Surabaya yang mendung, atau rindu?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Belajar Memaknai

Resensi: Dilan Bagian Kedua (Dia Adalah Dilanku Tahun 1991)