Jeruk dari Dayat
--Kamu mengajariku cara mencintai manusia-manusia kecil--those tiny human being.--
Di usia Dayat yang kurang lebih 14 tahun, aku masih melihatnya seperti anak berusia 9 tahun. Hari ini ia pulang dari acara wisata di Bukit Flora dan Masjid Cheng Hoo. Lagi-lagi aku terlambat menjemputnya. Alhamdulillah, ada Bu Etik, guru Dayat yang dalam pertemuan singkat itu, firasatku mengatakan kalau ia adalah tipikal guru yang dicintai muridnya.
Sepanjang jalan pulang, Dayat bercerita. Bukit Flora sangat bagus, Masjid Cheng Hoo sangat mempesona dengan aksen cinanya, perjalanan panjang yang macet namun dinikmati dengan bernyanyi bersama, serta ia yang minum antimo ketika hendak berangkat dan pulang, sesuai perintahku.
Dayat sedang dalam keadaan senang. Setelah mengenalnya melalui perjalanan pulang sekolah selama beberapa hari, jadi kumengerti kalau Dayat sedang ingin berbagi kebahagiaan. Ia hanya ingin bercerita, dan aku hanya perlu mendengar. Tipikal Dayat yang seperti inilah yang kusuka, ketika dia bisa bicara dengan santun & lemah lembut. Terlepas dari pergaulannya dengan teman-teman di kampung, Dayat memang dan tetap bocah yang santun & lemah lembut
Dayat menawariku jeruk yang ia beli di pasar dekat Masjid Cheng Hoo. Kupikir, tak salah buat menerimanya, sebagai bentuk menghargai keinginannya untuk memberi. 1 kilogram seharga 13 ribu katanya. Ketika sampai di rumah, ia masuk beberapa jenak, kemudian memberi sekantong kresek berisi 5 jeruk.
Aku jadi ingat, bahwa uang 13 ribu untukku yang masih kelas 5 SD dulu adalah jumlah yang cukup besar. Seketika aku ingat dengan kemampuan berhitung Dayat. Terlepas fakta kalau ia bahkan pernah memegang seratus ribu rupiah, Dayat masih kesulitan berhitung. Rabu malam aku ajarkan perkalian 6 hingga 9 dengan jarimatika. Kemudian, tak ada angin tak ada hujan, ketika berangkat ke sekolah pagi ini, ia tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang mengejutkan siapapun yang tahu kemampuan berhitung Dayat, "Delapan dikali delapan enam empat kak, yo?"
###
Aku menerima jeruk pemberian Dayat, 5 buah. Di perjalanan pulang ke kos aku teringat Nurul, Angel, Nur, & Khaer adiknya, dan seketika aku merasa bersalah.
Harusnya satu kilogram yang ia beli dibagi dengan empat saudaranya, bukan dengan satu kakak..
Meskipun begitu, terimakasih banyak Dayat. Menjemputmu pulang di tengah kegiatan yang sedang berlangsung, tak pernah sedikitpun bersifat mengganggu. Karena bertemu dan mendengar ceritamu adalah my typical favorite compress. Bertemu denganmu adalah bentuk penyederhanaan pikiran, meretas bentuk-bentuk penjumlahan pecahan menjadi desimal-desimal paling sederhana sedunia.
###
The sweetest agony is to see him grow.
Melihat rambut Ayah yang semakin beruban, sulit memercayai jika usianya makin senja. Ayah sekarang, rasanya seperti di usia yang sama ketika menemaniku tidur waktu TK.
Sama seperti ketidakpercayaan menyadari bahwa orangtua semakin senja, orangtua pun memiliki ketidakpercayaan menyadari anak-anaknya semakin besar.
Kedut perasaan itu yang kulihat pada Dayat.
Lulus SD dulu ya.
Maka, telah ada bukti bahwa tiga tahunmu yang tertunda sudah dilunasi.
Barulah tak ada perasaan berdosa,
kalau-kalau dunia yang lain meminta waktuku lebih banyak
saking banyaknya, hingga tak ada lagi buatmu.
Di usia Dayat yang kurang lebih 14 tahun, aku masih melihatnya seperti anak berusia 9 tahun. Hari ini ia pulang dari acara wisata di Bukit Flora dan Masjid Cheng Hoo. Lagi-lagi aku terlambat menjemputnya. Alhamdulillah, ada Bu Etik, guru Dayat yang dalam pertemuan singkat itu, firasatku mengatakan kalau ia adalah tipikal guru yang dicintai muridnya.
Sepanjang jalan pulang, Dayat bercerita. Bukit Flora sangat bagus, Masjid Cheng Hoo sangat mempesona dengan aksen cinanya, perjalanan panjang yang macet namun dinikmati dengan bernyanyi bersama, serta ia yang minum antimo ketika hendak berangkat dan pulang, sesuai perintahku.
Dayat sedang dalam keadaan senang. Setelah mengenalnya melalui perjalanan pulang sekolah selama beberapa hari, jadi kumengerti kalau Dayat sedang ingin berbagi kebahagiaan. Ia hanya ingin bercerita, dan aku hanya perlu mendengar. Tipikal Dayat yang seperti inilah yang kusuka, ketika dia bisa bicara dengan santun & lemah lembut. Terlepas dari pergaulannya dengan teman-teman di kampung, Dayat memang dan tetap bocah yang santun & lemah lembut
Dayat menawariku jeruk yang ia beli di pasar dekat Masjid Cheng Hoo. Kupikir, tak salah buat menerimanya, sebagai bentuk menghargai keinginannya untuk memberi. 1 kilogram seharga 13 ribu katanya. Ketika sampai di rumah, ia masuk beberapa jenak, kemudian memberi sekantong kresek berisi 5 jeruk.
Aku jadi ingat, bahwa uang 13 ribu untukku yang masih kelas 5 SD dulu adalah jumlah yang cukup besar. Seketika aku ingat dengan kemampuan berhitung Dayat. Terlepas fakta kalau ia bahkan pernah memegang seratus ribu rupiah, Dayat masih kesulitan berhitung. Rabu malam aku ajarkan perkalian 6 hingga 9 dengan jarimatika. Kemudian, tak ada angin tak ada hujan, ketika berangkat ke sekolah pagi ini, ia tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang mengejutkan siapapun yang tahu kemampuan berhitung Dayat, "Delapan dikali delapan enam empat kak, yo?"
###
Aku menerima jeruk pemberian Dayat, 5 buah. Di perjalanan pulang ke kos aku teringat Nurul, Angel, Nur, & Khaer adiknya, dan seketika aku merasa bersalah.
Harusnya satu kilogram yang ia beli dibagi dengan empat saudaranya, bukan dengan satu kakak..
Meskipun begitu, terimakasih banyak Dayat. Menjemputmu pulang di tengah kegiatan yang sedang berlangsung, tak pernah sedikitpun bersifat mengganggu. Karena bertemu dan mendengar ceritamu adalah my typical favorite compress. Bertemu denganmu adalah bentuk penyederhanaan pikiran, meretas bentuk-bentuk penjumlahan pecahan menjadi desimal-desimal paling sederhana sedunia.
###
The sweetest agony is to see him grow.
Melihat rambut Ayah yang semakin beruban, sulit memercayai jika usianya makin senja. Ayah sekarang, rasanya seperti di usia yang sama ketika menemaniku tidur waktu TK.
Sama seperti ketidakpercayaan menyadari bahwa orangtua semakin senja, orangtua pun memiliki ketidakpercayaan menyadari anak-anaknya semakin besar.
Kedut perasaan itu yang kulihat pada Dayat.
Lulus SD dulu ya.
Maka, telah ada bukti bahwa tiga tahunmu yang tertunda sudah dilunasi.
Barulah tak ada perasaan berdosa,
kalau-kalau dunia yang lain meminta waktuku lebih banyak
saking banyaknya, hingga tak ada lagi buatmu.
Komentar
Posting Komentar